Jumat, 25 Juni 2010

jumlah jenis budaya di indonesia

Seperti telah diberitakan di beberapa media cetak dan elektronik, pada tahun 2003 ini akan diselenggarakan perhelatan besar di bidang kebudayaan, yaitu ‘Kongres Kebudayaan V.’ Panitia Pengarah kini tengah sibuk menyiapkan tema, topik dan calon pemakalah. Di samping itu Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata serta Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata sebagai instansi yang bertangung jawab di bidang kebudayaan sedang sibuk melakukan persiapan penyelenggaraannya.
Kongres Kebudayaan Sesudah Indonesia Merdeka Selama ini dasar untuk menentukan jumlah Kongres Kebudayaan dimulai dari Kongres Kebudayaan tahun 1948 di pendopo Kabupaten Magelang. Ini berarti tiga tahun setelah Indonesia merdeka, atau setelah bangsa dan budaya Indonesia secara ‘de facto’ dan ‘de jure’ diakui keberadaannya. Tujuan diselenggarakan kongres adalah untuk mencari dan menyepakati format seperti apa yang cocok untuk menata bangsa dan budaya Indonesia arah ke depan. Kesimpulan dari kongres tersebut dikelompokkan menjadi 5, yaitu: (1) kebudayaan dan pembangunan masyarakat dan negara; (2) kebatinan dalam hubungannya dengan kebudayaan; (3) kebudayaan dan pendidikan; (4) kesenian; dan (5) pembangunan perkotaan. Di samping itu kongres menyetujui pembentukan Lembaga Kebudayaan Indonesia, serta mengusulkan berdirinya Akademi Kesenian dan dibentuknya Kementerian Kebudayaan.
Kongres Bahasa Indonesia III tahun 1978, IV tahun 1983, V tahun 1988, VI tahun 1993, dan VI tahun 1998, semuanya diselenggarakan di Jakarta (Setengah Abad Kiprah Kebahasaan dan Kesastraan Indonesia 1947-1997, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa:1998). 3. Kongres Kebudayaan Sebelum Indonesia Merdeka Berdasarkan data yang tersimpan di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, sebelum Indonesia merdeka ternyata telah diselenggarakan Kongres Kebu-dayaan sebanyak 8 kali.
Meskipun jauh sebelum BO lahir, telah berdiri lembaga yang disebut ‘Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschapen’ tahun 1778 - disusul dengan organisasi kebudayaan yang lain seperti: Balai Pustaka tahun 1908, Literrary Society tahun 1811, Oudheidkundige Dienst tahun 1913 - namun ide untuk menyelenggarakan Kongres Kebudayaan baru muncul jauh kemudian. Permasalahan penting yang dibahas adalah ke arah mana kebudayaan Jawa dikembangkan? Salah satu hasil penting dari kongres pertama adalah lahirnya rekomendasi tentang perlunya didirikan lembaga penelitian kebudayaan. Berdasarkan rekomendasi ini, tahun 1919 berdiri Java-Instituut, yang selanjutnya aktif merencanakan dan melaksanakan kongres kebudayaan berikutnya.
Hal yang menarik dari penyelenggaraan kongres ini, para peserta menginap di dalam kapal tersebut, sementara acara kongres diselenggarakan di Denpasar dan mengadakan kunjungan ke beberapa tempat, seperti Kintamani, pura Besakih, pusa Kehen dan lain-lain. Dalam kongres ini dibahas makalah: (1) Kehidupan Sosial Masyarakat Bali; (2) Kehidupan Keluarga Bali; dan (3) Bangunan Tua Bali (Majalah ‘Djawa,’ Java Instituut:1938). Hal lain yang menarik dan belum diketahui banyak orang, adalah tentang Kongres Bahasa pada masa sebelum Indonesia merdeka. Selain aktif beberapa kali menyelenggarakan Kongres Kebudayaan, Java-Instituut juga menyelenggarakan Kongres Bahasa Daerah, dalam hal bahasa Jawa dan Sunda.
Hubungan Kongres Kebudayaan Sebelum dan Sesudah Indonesia Merdeka Sengaja dalam tulisan ini dikutip topik-topik yang dibahas dari setiap kongres. Dengan ilustrasi singkat itu kita akan mendapatkan gambaran tentang konsep pemikiran, materi yang dibahas, aktivitas yang dilakukan pada setiap Kongres Kebudayaan baik sebelum maupun sesudah Indonesia merdeka. Terlepas dari masalah bobot dan isi kongres pada saat itu, dari segi penamaan pertemuan dengan sebutan ‘Kongres Kebudayaan’ telah memberikan kesan kuat bahwa peristiwa budaya itu patut dicatat sebagai bagian penting dari perjalanan sejarah kebudayaan kita. Kongres pertama tahun 1918 telah menjadi motor penggerak bagi diselenggarakannya kongres-kongres berikutnya, sehingga antara kongres sebelum dan sesudah Indonesia merdeka ada hubungan yang erat.
Mereka tidak hanya berfikir tentang pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa, Sunda, Madura dan Bali saja, tetapi sudah kebudayaan Indonesia. Dalam pidato pembukaan Kongres Kebudayaan tahun 1921 di Bandung, Mr. SA. Reitsma antara lain mengatakan: ‘Java-Instituut sebagai lembaga yang relatif muda, tetapi telah mampu mengadakan kongres di Bandung yang pertama, yang tujuannya adalah mengembangkan kebudayaan nasional yang dalam keadaan tertindas, akan dihidupkan dan kembali berkembang di daerah-daerah, seperti yang dikatakan oleh Soeriokoesoemo yang telah menyampaikan prasaran tentang pembentukan dan pengembangan kebudayaan nasional.’ Sementara itu dalam pidato pembukaan Kongres Kebudayaan tahun 1926 di Surabaya Mr. Dijkerman mengatakan: ‘Saya berpendapat bahwa seni dapat berkembang apabila didukung oleh semangat dan kegairahan hidup dari bangsa yang sedang berkembang.(http://id.shvoong.com/social-sciences/1775650-sekilas-tentang-kongres-kebudayaan-sebelum/)

1 komentar:

  1. mantap kawan...
    kebudayaan emang salah satu sumber kebesaran suatu bangsa.. :D salam kenal

    kunjungi ya http://tommysyatriadi.blogspot.com

    BalasHapus